Membangun Demokrasi Melalui Nilai Integritas
Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sejatinya, napas demokrasi terjalin melalui semangat partisipatif yang tulus dari seluruh lapisan masyarakat, sehingga proses pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang dilakukan oleh wakil rakyat betul bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Oleh karenanya, memastikan nilai-nilai integritas tercerminkan pada setiap bagian demokrasi menjadi penting untuk direalisasikan.
SPAK Indonesia diundang untuk mengisi sesi “Membangun Karakter yang Berintegritas” dalam Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP) Provinsi Sulawesi Selatan oleh Bawaslu pada 20-24 Oktober 2021. Kegiatan ini merupakan program nasional, yang bertujuan memberikan pengetahuan bagi generasi muda serta pemilih pemula tentang pengawasan Pemilu dan Pilkada. Mewakili SPAK Indonesia adalah Ema Husain, agen SPAK Sulawesi Selatan yang telah bergabung dengan SPAK dari awal pergerakan dan kini aktif berkontribusi dalam penelitian tindakan korupsi yang SPAK selenggarakan.
Ema membagikan paparannya kepada 70 peserta yang akan menjadi Kader Pengawas Partisipatif di berbagai daerah di Sulawesi Selatan. SPAK Indonesia mengisi sesi di awal dengan tujuan membangun pondasi peserta dalam menjadi kader yang berintegritas dengan semangat volunteerism. Lingkup kerja para kader nantinya mencakup pengawasan, pencatatan, dan pelaporan selama periode kampanye dan Pemilu maupun Pilkada di daerahnya berlangsung dengan status sukarelawan Bawaslu. Hal ini sejalan dengan karakter pergerakan Agen SPAK yang melakukan berbagai inisiatif di komunitas masing-masing dengan tetap membawa semangat dan nilai-nilai antikorupsi melalui pendekatan ala SPAK Indonesia.
Membuka sesinya, Ema memulai dengan mengupas prinsip 9 nilai antikorupsi yang dikaitkan dengan budaya di Sulawesi Selatan. Menurutnya, perlu menghadirkan kedekatan nilai-nilai antikorupsi yang sebenarnya telah terrepresentasikan dalam nilai-nilai budaya di daerah. Contohnya, nilai kejujuran hadir dalam keseharian dalam istilah lempu yang mengacu pada perilaku yang lurus, sesuai dengan fakta yang ada atau bersikap jujur.
Peserta SKPP terdengar riuh ketika Ema melemparkan pertanyaan, “Siapa di sini yang kalau kena tilang masih membayar polisi? Atau menggunakan jalur orang dalam kalau ada keperluan mengurus administrasi desa?” Ada yang tersenyum malu, ada pula yang tertawa lepas memotret dirinya dalam situasi tersebut.
Diskusi semakin seru ketika peserta kemudian mampu mengidentifikasi tantangan yang kerap muncul menjelang Pilkada dan Pemilu, mulai dari penyalahgunaan data administrasi pemilih hingga praktik money politic yang dilakukan oleh kader. “Apakah wajar bila kader partai yang mencalonkan diri memberikan sumbangan kepada sukarelawan SKPP? Menimbang indikasi adanya kepentingan politik di balik sumbangan tersebut, tentu menghadirkan kemungkinan yang menggeser makna sumbangan menjadi suap agar memilih kader dari partai tersebut,” ujar Ema. Penjelasan ini berusaha merekonstruksi framing balas budi yang sudah lama ternormalisasi atas pemberian sumbangan-sumbangan oleh kader partai.
Nilai integritas hadir sebagai bagian yang lekat dalam demokrasi. Ema mengungkapkan, tidak ada gunanya bicara demokrasi apabila tidak dapat menjaga integritas. Di sinilah nantinya para kader SPPK perlu menyatakan nilai-nilai integritas ketika memenuhi tanggungjawab dan komitmennya kepada bawaslu, tapi di saat yang bersamaan juga melakukan edukasi kepada masyarakat. Menutup diskusi, Ema mengamati bahwa peserta memiliki pemahaman tentang nilai-nilai integritas, sehingga jajak pendapat memberikan wadah untuk menjahit dan membentuk sinergitas ide-ide internalisasi nilai melalui perilaku keseharian yang lebih dekat dengan warga.
Ema menyambut baik antusiasme peserta SKPP bahkan setelah pelatihan selesai diselenggarakan. “Beberapa peserta ada yang menghubungi saya melalui pesan di WhatsApp, ada yang mengirim pesan lewat Facebook. Sebagian ada yang ingin berbincang lebih jauh, ada juga yang ingin berkolaborasi mengundang saya untuk membagikan paparan dalam kegiatan di komunitasnya.”
Edukasi nilai-nilai anti korupsi menjadi sangat penting untuk dimulai melalui generasi muda. “Bayangkan, ternyata perilaku koruptif adalah hulu. Dari semua persoalan yang ada, munculnya dari sini. Ketika airnya turun, dia akan mencemari semua aspek kehidupan manusia,” ungkap Ema. Generasi muda dengan pemahaman dan internalisasi nilai-nilai anti korupsi lah yang nantinya akan menjadi penyaring perilaku koruptif dan menjembatani tumbuhnya perilaku berintegritas pada lapisan masyarakat yang lebih luas.