SERI DISKUSI ANGGOTA LEGISLATIF 2024 – 2029 DAN KELOMPOK PEREMPUAN
Seri 1 : Diskusi Luring “Memastikan Layanan Pendidikan dan Kesehatan yang Setara bagi Perempuan.
Perempuan mewakili 50% dari total pemilih di Indonesia, mereka memainkan peran krusial dalam demokrasi. Selama kampanye, perempuan menjadi target utama para kandidat. Penting bagi perempuan untuk menjadi pemilih cerdas yang memilih berdasarkan program kerja kandidat, bukan politik uang, dan memastikan kebutuhan mereka terpenuhi.
SPAK Indonesia, melalui kampanye “Suara Perempuan Berharga” menjelang Pemilu 2024, telah membekali pemilih perempuan dengan pengetahuan yang diperlukan. Saat ini langkah berikutnya adalah mengajak perempuan mengawal para kandidat terpilih agar mereka tetap berkomitmen pada kebutuhan perempuan. Forum yang mempertemukan kandidat terpilih dengan pemilih perempuan sangat diperlukan. Di sini, kandidat dapat mempertegas program kerja mereka dan menerima masukan serta kritikan. Forum ini penting untuk memastikan transparansi program kerja legislatif sehingga harapan perempuan akan layanan publik yang setara dapat terwujud.
Pada tanggal 23 April 2024, SPAK Indonesia mengadakan diskusi penting mengenai layanan pendidikan dan kesehatan yang setara bagi perempuan. Acara ini mendapat dukungan dari International Foundation for Electoral Systems (IFES) melalui South East Asian Network for Transparent and Accountable Governance (SEANTAG). Diskusi ini diselenggarakan dalam format hybrid, menggabungkan sesi daring dan luring, dan bertujuan untuk memastikan bahwa isu-isu penting yang dihadapi perempuan mendapatkan perhatian dari wakil-wakil terpilih di badan legislatif.
Forum diskusi daring pertama ini berlangsung di Makassar, mempertemukan anggota DPRD terpilih yaitu Ir. Andi Muhammad Irfan AB, drg. A. Rachmatika Dewi, dan Hj. Umiyati, S.Kom, dengan para pegiat isu perempuan dari berbagai organisasi masyarakat setempat. Forum ini merupakan wujud partisipasi perempuan dalam mengawal kerja para anggota legislatif terpilih dan memastikan bahwa janji-janji kampanye mereka terpenuhi.
Dalam diskusi tersebut, kelompok perempuan mengajukan isu-isu perempuan yang kritis pada para anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar. Dalam layanan kesehatan ditemukan bahwa rumah sakit sering kali menolak menangani korban kekerasan yang menggunakan BPJS, serta perempuan miskin yang akan melahirkan tanpa KIS dan BPJS. Hal ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan yang ada belum memperhatikan kebutuhan perempuan, terutama perempuan miskin. Selain itu, kurangnya sosialisasi tentang kesehatan reproduksi untuk anak-anak perempuan remaja juga menjadi sorotan penting.
Di bidang pendidikan, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan zonasi tidak sesuai diterapkan di daerah-daerah dan menimbulkan masalah. Hal ini mengakibatkan makin sempitnya kesempatan anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang rendah memicu munculnya lingkaran kemiskinan, sehingga berimbas pada meningkatkan kasus pernikahan usia anak. Lebih parah lagi, tidak ada data spesifik mengenai anak perempuan yang putus sekolah, sehingga upaya pencegahan terhadap perkawinan anak dan perdagangan orang sebagai akibat dari rendahnya pendidikan, tidak dapat dilakukan secara efektif.
Menanggapi isu-isu tersebut, anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar terpilih periode 2024-2029 memberikan beberapa tanggapan dan usulan solusi. Mereka menyarankan pembentukan crisis center untuk menampung aduan sekaligus jalan keluar terkait masalah-masaslah perempuan. Selain itu, mereka berkomitmen untuk mengupayakan adanya satu rumah sakit di tingkat provinsi yang beroperasi 24 jam dan menerima perempuan tanpa memerlukan BPJS atau KIS. Mereka juga akan meninjau kembali kebijakan Jamsostek untuk melihat kemungkinan menanggung kasus kekerasan atau korban kekerasan.
Untuk isu pendidikan, para anggota DPRD akan mengupayakan kuota khusus bagi anak perempuan sebagai bentuk afirmasi pada pentingnya pendidikan bagi anak-anak perempuan.Mereka juga berencana berkolaborasi dengan LSM untuk mendorong peraturan daerah (Perda) terkait kesehatan perempuan.
Diskusi ini menunjukkan betapa pentingnya partisipasi aktif perempuan dalam proses legislatif, terutama mengingat bahwa pemilih perempuan berjumlah 50% dari total pemilih di Indonesia. Dengan memastikan bahwa wakil terpilih memahami dan memperjuangkan kebutuhan serta masalah-masalah yang dihadapi perempuan, diharapkan layanan pendidikan dan kesehatan yang setara bagi perempuan dapat segera terwujud.