PERUBAHAN MEMBUTUHKAN KEBERANIAN, TAPI SETELAH BERHASIL AKAN TIMBUL RASA PUAS.
Evaluasi pelaksanaan program pencegahan korupsi melalui Saya Perempuan Antikorupsi di Kementerian Agama batch kedua telah berlangsung dari tanggal 16 sampai 18 September 2019 lalu. Evaluasi ini dilaksanakan terhadap kegiatan para Agen SPAK yang merupakan para istri rektor perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama yang dilatih pada tanggal 7 dan 8 Februari 2019 lalu.
Dalam lembar isian evaluasi sejumlah 63 yang dikirim balik oleh para peserta, 95,2% mengakui SPAK telah membuat mereka berubah. Perubahan terbanyak adalah telah sanggup menolak memberi dan menerima suap dan hadiah atau oleh-oleh. Bahkan sebanyak 6% telah mau melaporkan kasus korupsi ke penegak hukum dan Inspektorat Kementerian Agama. Lebih jauh lagi, para Agen SPAK Kementerian Agama ini telah mampu mengubah perilaku orang lain, baik dalam lingkungan terdekat maupun lingkungan Kementerian Agama yang lebih luas.
Selain menolak memberi dan menerima suap dan hadiah atau oleh-oleh, perubahan perilaku lain di antaranya adalah menolak menggunakan fasilitas dinas, menjadi contoh pada tim kerja atau bawahan untuk lebih berhati-hati dalam bertindak, berusaha selalu tepat waktu, menanyakan asal uang yang diberikan suami dan masih banyak perubahan lain. Perubahan perilaku ini juga terjadi pada orang-orang yang menerima sosialisasi SPAK dari para Agen SPAK Kementerian Agama.
Testimoni dari beberapa Agen saat pertemuan untuk Evaluasi tersebut membuktikan bahwa perubahan-perubahan tersebut nyata adanya.
Seorang Agen yang bekerja sebagai ASN, saat selesai melaksanakan proses lelang barang ditawari uang tunai Rp 50 juta. Jumlah yang tidak sedikit dan tentunya menggiurkan. Tapi Agen SPAK ini segera teringat bahwa ia tidak pantas menerima uang tersebut, karena ia menjalankan tugas dan telah menerima gaji. Makai Agen SPAK tersebut menolak pemberian tersebut.
Agen SPAK lain bercerita bahwa suaminya yang seorang rektor sebuah perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama sering menerima uang setelah selesai membimbing mahasiswa. Semula pemberian berupa uang seperti itu tidak pernah dipermasalahkan dalam rumah tangganya, tetapi setelah sang istri ikut pelatihan SPAK, ia menegur suaminya untuk tidak menerima. Suaminya menyuruh sang istri pergi ke bagian Tata Usaha untuk mengatakannya sendiri. Dengan hati berdebar dan kuatir, sang istri yang telah menjadi Agen SPAK ini memberanikan datang ke bagian Tata Usaha dan mengatakan untuk tidak lagi memberikan uang semacam itu, karena membimbing mahasiswa telah menjadi tanggung jawab seorang pengajar. Petugas Tata Usaha menjawab bahwa uang itu telah ada dalam anggaran dan telah biasa diberikan pada dosen-dosen pembimbing. Agen SPAK ini akhirnya menjelaskan mengapa sebaiknya tidak memberikan uang untuk kepentingan semacam itu. Ia bahkan secara singkat memaparkan pemahaman yang ia terima dalam pelatihan SPAK.
Sejak saat itu, pemberian pada dosen yang membimbing mahasiswa tidak diberlakukan lagi diperguruan tinggi itu. Agen SPAK ini merasa sangat lega dan puas karena apa yang diyakininya benar pun dapat ditegakkan di perguruan tinggi tempat suaminya bekerja. Saat itu lah ia merasa, menjadi agen SPAK perlu keberanian namun menimbulkan rasa puas jika apa yang diperjuangkan akhirnya berhasil.
Masih banyak testimoni dari para Agen SPAK Kementerian Agama, terutama menyangkut penggunaan fasilitas dinas suami. Salah satunya adalah cerita berikut ini:
Seorang Agen SPAK mengaku sebelum ikut pelatihan SPAK, ia sering meminta supir kantor suaminya untuk mengurus berbagai pembayaran rutin bulanan. Supirnya pun memanfaatkan nama suaminya saat mengantri untuk mengurus pembayaran, agar dapat didahulukan. Kebiasaan ini telah dihentikan oleh Agen SPAK tersebut sejak ia ikut pelatihan SPAK. Pada supirnya ia juga meminta untuk tidak lagi memanfaatkan nama dan jabatan suaminya untuk mendapat pelayanan lebih dahulu.
Mencatat perubahan-perubahan ini menimbulkan keyakinan bahwa perubahan diri sendiri merupakan titik awal pencegahan korupsi. Kesadaran diri untuk hidup sesuai nilai-nilai antikorupsi akan bertahan lama dan kuat menghadapi berbagai tantangan, baik dalam lembaga maupun masyarakat. Perubahan yang dilakukan setiap individu ini pada akhirnya akan mendorong terwujudnya perubahan yang lebih besar.