Jatuh Bangun Cegah Korupsi di Sektor Kelapa Sawit
Jakarta, 18 Juli 2019
Industri Kelapa Sawit di Indonesia adalah industri yang menjanjikan peningkatan devisa negara, selain itu, industri kelapa sawit juga merupakan industri makro yang mendorong pengentasan kemiskinan di Indonesia. Tidak dapat dibantah, industri kelapa sawit menyerap tenaga kerja yang banyak untuk terlibat dalam industri tersebut. Selain itu, Industri kelapa sawit juga mendorong pembangunan di daerah-daerah dimana jauh dari pusat kota bahkan Ibukota. Dalam menjalankan industri tersebut, beberapa ketentuan ditetapkan agar industri kelapa sawit dapat menjalankan bisnisnya secara kompetitif dengan industri kelapa sawit lainnya baik di nasional dan internasional.
Berbicara soal kompetitif bisnis, salah satu syarat agar industri kelapa sawit dapat kompetitif adalah bagaimana penerapan pencegahan korupsi dalam dunia usaha. Fakta lapangan menunjukan bahwa potensi korupsi di Industri kelapa sawit memang terjadi ketika menjalankan usaha mulai dari hulu ke hilir. Selain itu, catatan Studi Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2016 juga mengendus adanya area potensi korupsi di sektor Industri Kelapa Sawit yang perlu menjadi perhatian utama agar bisa dicegah sebelum merugikan perusahaan dan negara.
Berdasarkan permasalahan diatas SPAK Indonesia bekerjasama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) dan Center International Private Enterprise (CIPE) mengadakan pelatihan cegah korupsi di sektor industri kelapa sawit pada tanggal 13-14 Juni 2019 di Hotel Maxone, Palembang. Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pelaku bisnis serta membangun komitmen pelaku bisnis untuk mencegah korupsi. Dalam dua hari pelatihan, peserta diajarkan terkait delik-delik korupsi beserta kejahatan korporasi terkait korupsi, selain itu peserta juga diberikan pengetahuan terkait penyampaian pengaduan potensi korupsi melalui Komisi Advokasi Daerah (KAD) untuk nantinnya dapat bersama-sama dilahirkan suatu rencana aksi pencegahan korupsi berbasis masalah lapangan yang dihadapi.
Diakhir dari pelatihan tersebut, peserta diajak untuk bersama-sama membangun komitmen dan membangun rencana aksi yang mudah dilakukan untuk mencegah korupsi. Diharapkan dengan komitmen dan rencana aksi yang simple dan mudah tersebut dapat dijalankan dan dapat melahirkan perubahan yang signifikan untuk mencegah korupsi di Industri Kelapa Sawit di Palembang.
Ummat Gereja St.Albertus, Bekasi, Ikuti Seminar “Membangun Budaya Antikorupsi Berawal dari Keluarga” oleh SPAK Indonesia.
Hari Minggu tanggal 14 Juli 2019 lalu, ada kegiatan berbeda selepas ibadah hari Minggu di gereja Santo Albertus Bekasi. Sekitar 60 orang berkumpul di salah satu aula gereja untuk mengikuti seminar bertajuk “Membangun Budaya Antikorupsi Berawal dari Keluarga” yang dibawakan oleh tim SPAK Indonesia. Seminar ini digagas oleh Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) unit Santo Albertus, Bekasi.
Di awal seminar, peserta memberi jawaban beragam terhadap pertanyaan “Apa itu korupsi?”. “Mengambil yang bukan hak kita”, “Berbuat tidak adil”, “Mengambil lebih dari yang seharusnya” dsb. Jawaban-jawaban ini mencerminkan betapa sesungguhnya peserta sudah paham beberapa pemahaman tentang korupsi. Seperti juga sebagian besar orang, pemahaman itu belum tentu sejalan dengan perilaku sehari-hari.
Penjelasan tentang prinsip yang selalu diajarkan oleh Gerakan SPAK – biasakan yang benar, buka membenarkan yang biasa- kemudian menyadarkan orang bahwa dalam keseharian kita terbiasa melakukan hal-hal yang sesungguhnya tidak benar. Sebagai contoh adalah membayar petugas saat mengurus KTP atau memberi hadiah pada guru. Berbagai alasan dikemukakan sebagai pembenaran atas kebiasaan tersebut. “Uang lelah”, “Tanda terima kasih” dan berbagai macam alasan lain. Peserta seminar baru menyadari bahwa bentuk-bentuk gratifikasi seperti itu menimbulkan dampak negatif, karena menimbulkan ketidakadilan. Begitu biasanya pemberian hadiah pada guru, sampai kita tidak pernah berpikir hal itu sesungguhnya dapat membelenggu independensi guru untuk bersikap adil pada semua siswa.
Seperti juga di seminar-seminar SPAK yang lain, di seminar di gereja Santo Albertus pun pembahasan seputar gratifikasi pada guru menjadi hal yang paling menarik perhatian. Apa salahnya kalau hadiah diberikan dengan rasa ikhlas sebagai tanda menghargai jerih payah guru mengajar anak kita? Boleh dong kita memberi hadiah kalau anak sudah lulus sekolah? Pertanyaan seperti ini banyak muncul di kalangan peserta. Tetapi pada akhirnya para peserta memahami apa arti gratifikasi dan apa dampak negatifnya.
Seminar diakhiri dengan permainan SPAK yang dipandu oleh agen Jakarta dan agen Aceh yang kebetulan sedang berada di Jakarta. Melalui permainan ini para peserta semakin paham bentuk-bentuk korupsi dan perilaku koruptif dalam kehidupan sehari-hari.
Tim SPAK Indonesia pulang dengan rasa bahagia karena telah diberi kesempatan mengajak lebih banyak lagi orang untuk bersikap antikorupsi. Mudah-mudahan peserta seminar pun merasakan hal yang sama dan terinspirasi untuk menyebarkan terus nilai-nilai antikorupsi pada keluarga dan ummat yang lain.
Mewujudkan Pemilu Tanpa Politik Uang – Sebuah Perjuangan Agen SPAK Enrekang
Penyelenggara pemilu berpotensi besar untuk berperilaku
koruptif dengan menggunakan berbagai modus. Perilaku penyelenggara seperti
memindahkan, menambahkan, dan mengurangi peroleh suara salah satu calon kerap
terjadi. Adanya penyimpangan perilaku seperti inilah yang membuat seorang
Rahmawati Karim (Rahma) Agen Gerakan Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK) dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, gelisah. Namun kegelisahan ini justrumenjadi kekuatan Rahma untuk terus mendorong terwujudnya pemilu tanpa uang.
Menjadii agen SPAK sejak 2015, Rahma sangat gigih
menyebarkan pendidikan antikorupsi ke berbagai tempat. Selain menjalankan
tugas-tugasnya sebagai komisioner Komisi Pemilhan Umum (KPU) divisi teknis,
Rahma, dengan dukungan lembaga, melakukan sosialisasi pemilu tanpa politik uang
kepada 7 orang dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang mencakup 497 Tempat
Pemungutan Suara, 3 orang dari Panitia Pemungutan Suara yang mencakup 129 desa,
dan 5 orang dari Panitia Pemilihan Kecamatan yang mencakup 12 kecamatan.
“Setelah sosialisasi pemilu tanpa politik uang yang dilakukan
Rahma, beberapa penyelenggara berani melaporkan perilaku koruptif yang mereka
alami dan temukan di lapangan. Sebelumnya laporan dari penyelenggara hampir
tidak ada,” ujar Sadeng, Sekretaris KPU dalam kunjungan agen SPAK Sulawesi
Selatan bersama tim Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2)
Makassar pada Jumat, 24 Agustus 2018.
Pada hari yang sama setelah kunjungan ke KPU, tim AIPJ2
Makassar menghadiri ‘Diskusi Terbatas – Impian Demokrasi Tanpa Politik
Uang’ yang diselenggarkan oleh Rahma dalam kapasitasnya sebagai Agen SPAK.
Diskusi ini mengumpulkan para penyelenggara yang prihatin dengan masih
banyaknya perilaku-perilaku koruptif dalam pelaksanaan pemilu. Penyelenggara
yang hadir dalam diskusi ini berasal dari berbagai kelompok dan pelosok daerah,
seperti kelompok disabilitas, kelompok perempuan Masikola (Toraja), pemerhati
lingkungan, pemerhati masyarakat adat, gerakan kepemudaan, kelompok komunitas
kopi, dan wartawan Celebes. Dalam diskusi ini penyelenggara banyak memaparkan
tantangan-tantangan yang mereka hadapi dalam memegang prinsip antikorupsi dalam
pelaksanaan pemilu.
Tidak hanya kepada penyelanggara, Rahma juga melakukan
sosialisasi pemilu tanpa politik uang kepada calon-calon pemilih muda di SMK
Latanro Enrekang – salah satu sekolah yang menerima kegiatan SPAK dengan tangan
terbuka. Rahma memang banyak melakukan sosialisasi nilai-nilai anti korupsi di
sekolah-sekolah, namun tidak jarang ia mendapatkan penolakan.
Kepala Sekolah SMK Latanro, Baharuddin Yusuf, juga mendapatkan
cibiran dari sekolah lain. “Mereka bertanya mengapa saya mau menerima SPAK dan
khawatir bahwa saya akan diinvestigasi. Beberapa sekolah bahkan menganggap
bahwa kegiatan SPAK akan mengganggu pelajaran. Saya jawab, bahwa kegiatan SPAK
merupakan bagian dari pendidikan yang perlu ditanamkan kepada anak-anak,”
paparnya.
Ia juga menambahkan, bahwa siswa-siswi SMK Latanro juga senang
dengan kehadiran kegiatan SPAK yang dibawa oleh Rahma. Kegiatan ini tidak hanya
memberikan ruang bagi anak-anak untuk mempelajari nilai-nilai antikorupsi,
namun juga membangun antusiasme mereka bertemu dengan orang baru di luar
lingkungan sekolah.
Ini bukan pertama kalinya Rahma menciptakan
terobosan-terobosan sebagai agen SPAK. Dalam upaya melebarkan sayap SPAK, Rahma
melibatkan laki-laki yang ingin bergerak dan peduli pada upaya pencegahan
korupsi di tingkat masyarakat. Kesadaran bahwa masih minimnya sumber daya
manusia untuk menyebarkan pendidikan
tentang nilai-nilai antikorupsi mendorong Rahma untuk terus melibatkan lebih banyak orang.
Inisiatif ini kemudian membuahkan GERTAK (Gerakan Enrekang Tanpa
Korupsi) yang saat ini memiliki tiga belas anggota aktif. Lewat GERTAK, SPAK
kini memiliki anggota laki-laki, Suardi, yang bergabung dalam pelatihan SPAK
pada awal 2017. Kehadiran Suardi menjadikan Enrekang sebagai satu-satunya
daerah yang memiliki agen SPAK laki-laki.
Keberanian dan kegigihan perempuan yang tampil lemah lembut ini
membuktikan, bahwa perjuangan melawan korupsi dapat dilakukan oleh siapa pun.
Rahma menjadi contoh betapa komitmennya yang tinggi terhadap pemberantasan
korupsi dapat menyalakan semangat banyak orang untuk ikut dalam perjuangannya.
Ini lah karakter agen perubahan yang sesungguhnya.
Pengaduan Masyarakat Online – Terobosan Agen SPAK Polwan DIY
Sering kali kita bingung kemana harus
menyampaikan keluhan tentang pelayanan suatu instansi dan apakah keluhan kita
akan sampai pada yang bersangkutan. Padahal keluhan masyarakat merupakan
masukan berharga untuk peningkatan pelayanan publik.
AKBP drh. Irene Ayu Anggraini, seorang Agen
SPAK Polwan Yogyakarta menjawab masalah tersebut dengan membuat sebuah inovasi:
sistem online dalam survey kepuasan masyarakat (e-SKM). Dengan adanya e-SKM,
masyarakat dapat langsung menyampaikan keluhan tentang pelayanan kepolisian dan
saat itu juga (real time) diterima oleh bagian command centre dan dapat
langsung menindaklanjuti keluhan tersebut.
Uji Coba e-SKM oleh Kapolda DIY
di command center
Alat e-SKM ini dipasang di unit pelayanan SIM
dan SKCK. Setiap orang yang telah selesai mendapatkan pelayanan, dianjurkan
oleh petugas loket untuk memberi tanggapan tentang pelayanan yang diterimanya
melalui mesin e-SKM yang terpasang di dekat loket tersebut. Apapun tanggapan
yang disampaikan melalui e-SKM akan langsung diterima di command centre,
termasuk bila masyarakat mengadukan adanya suap atau gratifikasi saat mengurus
SIM dan SKCK.
Di bulan Desember 2017, saat awal e-SKM dipasang di polres
Bantul, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang didampingi Kapolda DIY pernah
berkunjung dan melihat langsung operasional mesin tersebut. Beliau sungguh
mengapresiasi terobosan AKBP Irene sebagai upaya mewujudkan pelayanan yang
bersih di kepolisian.
Kunjungan Wakil Ketua KPK
melihat langsung pelaksanaan e-SKM
Ide awal pembuatan e-SKM muncul saat Irene menjalani pendidikan.
Irene ingin membuat sebuat inovasi yang dapat mendukung terwujudnya program
Promoter (Profesional-Modern-Terpercaya) yang dicanangkan Kapolri, Jendral
Polisi Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A, Ph.D. Ketika Irene ikut
pelatihan SPAK, semakin kuat dorongan dalam hatinya untuk melakukan suatu
perubahan berkaitan dengan pencegahan korupsi di lembaganya. Beruntung
atasannya Kapolda DIY, Ahmad Dofiri, sangat mendukung SPAK di polda DIY dan
tentu saja juga mendukung terwujudnya ide Irene tersebut.
Irene dan e-SKM ciptaannya yang
merupakan terobosan dalam peningkatan pelayanan di kepolisian
Saat ini, e-SKM sudah ditetapkan oleh Kapolda
DIY untu dipasang di 27 unit pelayanan SIM, SKCK dan SPKT di Polda DIY dan
seluruh polres/ta jajaran Polda DIY, termasuk di Bis SIM keliling dan SIM
Corner yang ada di mal (Jogja City Mal dan Ramai Mal).
Banyak kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan e-SKM, tetapi
Irene tetap optimis dapat berjalan sesuai harapan. Perlu upaya-upaya untuk
memastikan sistem di 27 unit tersebut terintegrasi dan termonitor, serta para
pimpinan yang berwenang pun merespon semua masukan masyarakat sebagaimana
mestinya. Bagi Irene, menjadi Agen SPAK merupakan pintu untuk mewujudkan
keinginannya melakukan perubahan di kepolisian, lembaga yang dicintainya.
Alat e-SKM
Aipda Andi Sri Ulva – Agen SPAK Polwan Panakkukang
Pelataran sebuah hotel di kota Sorong rasanya begitu sempit
untuk memuaskan keinginan saya berlari dan terus berlari menghilangkan berbagai
bayangan apa yang sudah saya kerjakan bertahun-tahun hingga hari ini. Malam itu
seharusnya saya tidur nyenyak di kamar hotel, menikmati empuknya kasur sambil
menonton televisi. Tapi nyatanya saya tidak bisa sesantai itu, saya merasa
terhimpit rasa bersalah. “Saya bukan polisi yang mengayomi masyarakat,
saya polisi yang minta uang dari rakyat. Padahal mereka mungkin lebih susah
hidupnya dari saya.”
Saya sudah 5 kali berlari mengelilingi pelataran hotel,
untuk membuang jauh rasa bersalah itu. Penuh peluh, saya menelpon ibu saya di
Makassar. “Bu, tolong kumpulkan motor, mobil dan beberapa perhiasan.
Tolong semua dijual dan nanti uangnya untuk disumbangkan ke rumah yatim,”
kata saya yang disambut dengan berondongan pertanyaan dari ibu. “Sudah bu,
nanti saya jelaskan..jual semua ya besok.”
Saya harus
menjadi Ulva yang baru, polisi yang jujur, polisi yang benar-benar mengayomi
masyarakat. Kalau ada yang harus berubah, itu adalah diri saya sendiri
Saya,
polisi wanita berpangkat …….. yang bertugas di Polsek Panakkukang,
Makassar. Saya diperintahkan untuk mengikuti pelatihan “Saya, Perempuan
Anti Korupsi” di Sorong, Papua Barat. Awalnya, saya merasa ini akan
menjadi pelatihan yang biasa saja. Hari pertama, saya mulai berkenalan dengan
peserta yang lain, dari berbagai latar belakang. Ada guru, aktivis LSM, pegawai
negeri, dosen dan wartawan. Hari kedua, pemberian materi tentang apa itu
korupsi dan apakah kita selama ini hanya menjadi korban atau sekaligus pelaku
korupsi.
Materi itu begitu membuat saya terpojok. Bayangkan saja, beberapa
hal yang masuk dalam kategori korupsi sudah pernah saya lakukan! Saya menerima
“amplop” dari masyarakat yang mendapat pelayanan dari unit kerja
saya. Tidak saja menerima, tapi saya berbagi uang haram itu dengan kolega saya
yang lain.
“Polisi
macam apa saya ini?” saya bertanya pada diri saya sendiri. Bayangan
almarhum ayah saya berkelebat, “Ulva, kalau memang mau jadi polisi,
jadilah polisi yang baik, yang benar-benar membela masyarakat.”
Ingatan saya kembali ke beberapa waktu silam, saat saya ngotot ingin menjadi
polisi sementara ayah saya melarang. Ayah waktu itu beralasan, polisi itu
banyak sekali peluangnya untuk korupsi.
Semua
kenangan akan ayah saya, perjalanan karir saya sebagai polisi dan bagaimana
anak saya menjalani kehidupannya sekarang, terus berputar di kepala saya.
“Saya harus menjadi Ulva yang baru, polisi yang jujur, polisi yang
benar-benar mengayomi masyarakat. Kalau ada yang harus berubah, itu adalah diri
saya sendiri,” begitu kesimpulan saya malam itu. Malam itu, saya mengambil
air wudhu dan merasa sholat yang saya lakukan adalah sholat terkhusyu untuk
memohon ampun atas dosa-dosa saya.
Kembali
ke Makassar, yang saya lakukan adalah memastikan uang hasil penjualan
barang-barang sudah disumbangkan ke rumah Yatim Piatu dan kemudian menghadap
atasan saya saat itu, Wahyudi Rahman. Saya menceritakan kembali apa yang saya
dapat dari pelatihan tiga hari itu dan saya mohon izin kepada atasan saya untuk
berbagi mengenai ilmu baru ini kepada teman-teman di Polsek Panakkukang. Saya
ajak teman-teman saya main games yang memang dibagikan kepada peserta ToT.
Kemudian meja
layanan kami buat tanpa laci. Ini memperkuat ide bahwa kami tidak lagi dibayar
untuk memberi layanan pada masyarakat.
Beragam
reaksi muncul, tetapi secara umum saya mengamati mereka senang dengan cara
bermain ini. Mereka yang sebelumnya tidak mengetahui bahwa memberikan bingkisan
kepada guru di sekolah adalah bibit perilaku koruptif, sekarang mulai paham dan
mencari cara agar tidak melakukannya lagi. Saya mengajak polwan lain di kantor
saya untuk mulai berubah, awalnya dengan memasang brosur-brosur dan logo SPAK
di meja kerja kami.
Rupanya
ini menarik masyarakat yang datang ke kantor kami. “Semua layanan GRATIS
dan tidak dipungut biaya” tulisan itu kini terpampang di Polsek
Panakkukang. Dukungan atasan dan rekan-rekan saya memperkuat keinginan untuk
menjadikan kantor kami sebagai pelopor polisi Sombere (Polisi ramah, dalam
bahasa Makassar).
Kemudian
muncul ide untuk merombak ruang layanan masyarakat menjadi transparan. Kami
mulai dengan desain ruangan yang menjadi satu dan tanpa sekat. Kemudian meja
layanan kami buat tanpa laci. Ini memperkuat ide bahwa kami tidak lagi dibayar
untuk memberi layanan pada masyarakat. Meja berlaci dulu diasosiasikan dengan
tempat menyimpan uang pungutan liar. Tak cukup dengan itu, diwaktu tertentu
seperti selesai apel, kami bermain dengan games SPAK dan mengenalkan kepada
teman yang lain.
Saya ingin
anak saya kelak menikmati Indonesia yang benar-benar bebas dari korupsi.
Saya
sendiri bertekad, karena saya sekarang sudah menjadi agen SPAK dan sudah
mengetahui tentang korupsi dan bahanyanya, saya akan menjadi orang yang jujur
dan profesional menjalankan tugas saya. Saya ingin anak saya kelak menikmati
Indonesia yang benar-benar bebas dari korupsi.
Tentu
ini bukan tanpa tantangan, saya pernah dicap sok suci, merasa sudah kaya dan
tidak perlu uang lagi sehingga tidak mau menerima pungli. Tetapi sekali lagi,
karena saya sudah berniat untuk berubah, semua saya hadapi dengan tenang. Saya
tau rejeki paling banyak diberikan Allah SWT, saya berubah juga karena
jalanNya. Kalau tidak, tentu saya tidak dibukakan mata saat ini, disaat
institusi polisi juga tengah berbenah untuk memantapkan profesionalitas seluruh
anggotanya.
Buku Cerita Perubahan: “Aku Mau Berubah”
Aku mau! Kata sederhana yg membawa Raden Ajeng Kartini
mewujudkan mimpinya. Ketika semua orang berpikir tidak mungkin memberantas
korupsi, aku mau memulainya. Aku mau berubah, dengan mulai jujur dari sekarang.
Untuk wujudkan Indonesia bebas dari korupsi.
Sebuah tekad Kartini yang sekarang diterjemahkan dengan indah
oleh para perempuan yang saya kenal sebagai agen Saya, Perempuan Antikorupsi
(SPAK).
Mereka muncul dari berbagai daerah di Indonesia, memberikan
inspirasi bagi kita semua bahwa mencegah korupsi itu bisa dilakukan oleh siapa
saja. Tidak saja saya, yang saat ini bekerja di KPK bersama para kolega saya
para penyidik, penyelidik dan seluruh pegawai KPK yang memang bertugas untuk
memberantas dan mencegah korupsi.
Pada Ulang Tahun Gerakan SPAK yang ketiga kali ini, beberapa
cerita ini dibagikan kepada Anda, dengan harapan bisa memberikan inspirasi
untuk memetikkan perubahan-yang meskipun kecil-namun itu telah Anda lakukan.
Saya banyak belajar dari para agen SPAK di seluruh Indonesia,
mengenai kejujuran, kemauan untuk berubah, kemampuan untuk berjejaring sehingga
gerakan SPAK ini dalam waktu tiga tahun sudah meluas dan melahirkan banyak
inspirasi baru. Dengan berpegang pada satu kalimat “Biasakan yang benar dan
bukan membenarkan yang biasa”, para perempuan hebat ini, dengan penuh
kesadaran, berhasil mengubah perilaku koruptif yang sebelumnya pernah
dilakukan. Semua dilakukan demi masa depan anak-cucu dan negara Indonesia yang
bebas dari korupsi.
Selamat Ulang Tahun SPAK, semakin banyak pihak yang ingin bergerak bersama SPAK tentu semakin banyak perubahan positif yang bisa disebarkan. Citacita Indonesia bebas dari korupsi akan segera terwujud, berkat inspirasi dari para perempuan hebat Indonesia.
1523961881-buku-cerita-perubahan-aku-mau-Download
Brosur SPAK: Peran Serta Masyarakat
Brosur ini merupakan kelengkapan alat bantu yang digunakan
oleh agen SPAK untuk melakukan sosialisasi. Brosur dibagi menjadi lima tema
yaitu Antikorupsi, Gratifikasi, LHKPN, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Peran
Masyarakat. Pada setiap brosur ringkasan informasi dengan tema-tema tersebut
dijelaskan secara singkat dan padat disertai gambar-gambar yang menarik.
Bagi agen SPAK, brosur ini merupakan alat bantu yang penting untuk menjelaskan kepada peserta sosialisasi dengan bahasa yang mudah dipahami dan juga gambar yang bisa menceritakan maksud dari tema-tema pencegahan korupsi.
1523961744-brosur-spak-peran-serta-masyarakatDownload
Brosur SPAK: Tindak Pidana Pencucian Uang
Brosur ini merupakan kelengkapan alat bantu yang digunakan
oleh agen SPAK untuk melakukan sosialisasi. Brosur dibagi menjadi lima tema
yaitu Antikorupsi, Gratifikasi, LHKPN, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Peran
Masyarakat. Pada setiap brosur ringkasan informasi dengan tema-tema tersebut
dijelaskan secara singkat dan padat disertai gambar-gambar yang menarik.
Bagi agen SPAK, brosur ini merupakan alat bantu yang penting untuk menjelaskan kepada peserta sosialisasi dengan bahasa yang mudah dipahami dan juga gambar yang bisa menceritakan maksud dari tema-tema pencegahan korupsi.
1523961668-brosur-spak-tindak-pidana-pencucianDownload
Brosur SPAK: Suap
Brosur ini merupakan kelengkapan alat bantu yang digunakan
oleh agen SPAK untuk melakukan sosialisasi. Brosur dibagi menjadi lima tema
yaitu Antikorupsi, Gratifikasi, LHKPN, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Peran
Masyarakat. Pada setiap brosur ringkasan informasi dengan tema-tema tersebut
dijelaskan secara singkat dan padat disertai gambar-gambar yang menarik.
Bagi agen SPAK, brosur ini merupakan alat bantu yang penting untuk menjelaskan kepada peserta sosialisasi dengan bahasa yang mudah dipahami dan juga gambar yang bisa menceritakan maksud dari tema-tema pencegahan korupsi.
1523961564-brosur-spak-suapDownload