PENDETA PEREMPUAN KLASSIS PULAU AMBON SEPAKAT IKUT BERGERAK MENCEGAH KORUPSI
Gerakan Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK) semakin kuat dengan masuknya 75 orang perempuan dari Ambon sebagai Agen. Mereka terdiri dari pendeta perempuan Gereja Protestan Maluku (GPM) Klassis Pulau Ambon, guru sekolah Minggu dan Dharmawanita Institut Agama Kristen. Mereka ikut pelatihan sebagai Agen SPAK pada tanggal 1-3 September 2018 dan menyatakan siap menyebarkan nilai-nilai antikorupsi dalam kegiatan-kegiatan mereka di organisasi Dharmawanita, sekolah minggu dan jemaat gereja. Pelatihan Agen SPAK ini dibuka oleh Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan dihadiri oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dengan memberikan paparan tentang peran perempuan dalam pencegahan korupsi.
Inisiatif awal untuk menyelenggarakan pelatihan Agen SPAK datang dari Pendeta Desy Gasperz. Ketika mendengar kiprah gerakan SPAK di Institut Leimena, Jakarta, Pendeta Desy Gasperz langsung tertarik dan merasa yakin semangat SPAK harus disebarluaskan di kalangan gereja dan jemaat. Menurut Pendeta Desy, jemaat Kristen sebagai bagian dari masyarakat Indonesia harus ikut berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi. Dan ia yakin perempuan memegang peran penting dalam membangun keluarga yang antikorupsi. Para pendeta perempuan dalam kapasitas mereka sebagai figur yang didengar oleh jemaat, dapat mengambil bagian aktif dalam perjuangan Gerakan SPAK. Selain menanamkan nilai-nilai antikorupsi dalam keluarga mereka, para pendeta perempuan dan guru-guru perempuan sekolah minggu dapat menyebarkannya pada jemaat.
Setelah seharian penuh di hari pertama mendengarkan penjelasan tentang Delik Korupsi dari Bapak Ganjar Laksmana, para peserta mulai merasa galau. Selama ini mereka menganggap memberi atau menerima hadiah pada atau dari guru, atasan dan pengambil keputusan adalah hal biasa terkait tradisi dalam menjaga hubungan baik dengan sesama. Di hari kedua pelatihan, saat diajak melakukan refleksi oleh Ibu Judhi Kristantini, Senior Manager AIPJ2, terhadap perilaku sehari-hari, peserta mulai perlahan-lahan memahami bahwa mereka seringkali melakukan gratifikasi bahkan juga suap tanpa menyadarinya. Ini sekali lagi membuktikan, bahwa sebagian besar masyarakat tidak paham betul apa yang sejatinya korupsi itu dan bahwa mereka sesungguhnya adalah pelaku sekaligus korban.
Melalui permainan-permainan SPAK, sekali lagi peserta diajak untuk memahami perilaku-perilaku koruptif dalam kehidupan sehari-hari. Permainan itu lah yang akan menjadi alat bantu mereka dalam menyebarkan nilai-nilai antikorupsi di lingkungannya. Para peserta menyambut dengan antusias, karena merasa permainan itu memudahkan mereka dalam menjalankan kegiatan sebagai Agen SPAK nantinya, dalam keluarga dan jemaat.
Dengan diselenggarakannya pelatihan ini, kini jajaran Agen SPAK menjadi semakin kuat dengan bergabungnya para pendeta perempuan, guru sekolah minggu dan Dharmawanita perguruan tinggi Kristen. Terus lah menginspirasi dan melakukan perubahan untuk membebaskan Indonesia dari korupsi.